Pernahkah bertanya, apa yang terjadi pada tubuh ketika kita
sedang jatuh cinta? Para ahli menuturkan dampak “candu” cinta ini pada
hidup kita, beserta “efek samping”-nya.
Dr.
Helen Fisher, profesor antropologi dari Rutgers University berkata,
perasaan orang yang sedang kasmaran mirip dengan mabuk narkoba jenis
kokain. Penyebabnya, saat kita sedang kasmaran, otak memproduksi hormon
dopamin, serotonin, endorfin, dan oksitosin dalam jumlah sangat banyak.
Reaksi yang sama juga terjadi saat seseorang menyuntik dirinya dengan kokain. Hormon-hormon itu, membuat kita merasa senang dan riang. Maka semakin kuat cinta yang
kita rasakan, maka dopamin pun semakin deras mengalir. “Euforia ini
akan berlangsung terus selama perasaan cinta itu masih ada,” terang
Fisher yang juga menulis buku Why We Love dan Why Him? Why Her?.
Fisher dengan khusyuk melakukan penelitian mengenai hubungan cinta
antramanusia, pernikahan, serta kaitannya dengan aktivitas otak selama
puluhan tahun.
Sedangkan menurut psikolog Winarini Wilman, Psi., cinta yang sehat
adalah yang seimbang antara emosi, rasio, dan spiritual. Maka ketika
cinta menjadi begitu impulsif dan tidak peduli terhadap tanggung jawab
sosial maupun moral, bagi Winarini itu adalah bentuk hubungan cinta yang
tidak sehat.
Agar keseimbangan cinta kita tetap terjaga, kita perlu memaksimalkan
sisi positifnya, supaya pikiran tidak semata-mata tertuju pada orang
yang akan kita cintai. Dari segi medis, mengoptimalkan unsure positif
cinta bisa membantu meredam efek “samping” yang muncul akibat laju
dopamin yang tengah mengalir deras. Bila mampu mengelola perasaan cinta
secara benar, kita akan merasakan keempat manfaat berikut :
1. Lebih bersemangat
Saat kita tengah kasmaran, sebagian dari kita pasti
merasakan lebih bersemangat untuk melakukan apapun. Tapi ada juga yang
hidupnya kacau saat hatinya tengah dilanda cinta. Pernah dengar
ungkapan, jatuh cinta membuat orang jadi malas makan dan sulit tidur?
Menurut Winarini, ini terjadi apabila kita memikirkan sosok istimewa
kelewat batas. “Artinya, tak menjaga keseimbangan diri dan tanpa sadar
mengacuhkan aspek kehidupan yang lain.”
2. Berpikir lebih kreatif
Riset yang dilakukan oleh tiga psikolog dari University
of Amsterdam menemukan, perasaan cinta dapat mendorong kita untuk
berpikir lebih kreatif dan analitis. Menurut para peneliti itu, Jens
Forster, Kai Epstude, dan Amina Ozelsel, saat sedang kasmaran, kita
berpikir dengan cara yang berbeda dari biasanya. Kita jadi punya banyak
bahan pertimbangan dan harapan, serta fokus pada masa depan.
Misalnya, ketika hendak memberi hadiah spesial untuk pasangan, kita
tentu tak mau membelikan barang yang biasa-biasa saja. Kita berpikir
keras untuk mengira-ngira apa yang akan membuat pasangan senang. Kita
akan membuka majalah, katalog, internet, hingga mendatangi beberapa mal
untuk menemukan hadiah paling sempurna bagi pasangan. Menurut para
peneliti, hal ini bisa berpengaruh kepada aspek kehidupan kita yang
lain, seperti dunia kerja, maupun hubungan sosial.
3. Terlihat lebih menarik
Orang yang sedang jatuh cinta, sering dibilang terlihat
lebih bersinar ketimbang biasanya. Dia jadi murah senyum, ramah, dan
memancarkan aura positif. Ini dipengaruhi oleh mebeludaknya laju hormon
tertentu, dan akibatnya penampilan fisiknya lain dari hari-hari
sebelumnya.
Hal ini dibenarkan Winarini. Menurutnya, wanita yang sedang kasmaran
akan berusaha tampil lebih cantik daripada biasanya. Rasa percaya
dirinya juga akan meningkat, karena ingin dipandang istimewa oleh pria
yang tengah mengisi hatinya.
4. Jantung lebih sehat
Mengapa kita selalu deg-degan saat bicara dengan pria
yang disukai? Ini karena otak mengirimkan pesan ke jantung agar berdetak
3 kali lebih kencang dari normal. Selain itu, suplai darah ke seluruh
tubuh meningkat, sehingga menimbulkan sensasi mabuk kepayang. Demikian
Dr. John Marsden, PhD., psikolog dan pengajar di London’s Institute
Psychiatry.
Pada orang yang dengan masalah hipertensi, jatuh cinta akan membuat
tekanan darahnya turun. Hal ini diutarakan Brooks Gump, profesor
psikologi dari State University of New York di Oswego, setelah mengamati
120 relawan penderita hipertensi selama 6 hari. Gump memonitor level
tekanan darah mereka saat sedang bersama pasangannya.
Riset lain yang mendukung datang dari National Institute of Medicine.
Para ahli di sana melakukan pengamatan di Amerika, Jepang, dan
negara-negara Skandinavia. Hasilnya, mereka yang selalu menyendiri dan
tidak tinggal di lingkungan yang penuh cinta kasih, berisiko meninggal
lebih cepat ketimbang yang punya pola komunikasi baik dengan pasangan.
“Diduga, hubungan cinta yang positif berperan dalam melindungi diri dari
risiko penyakit jantung,” kata Gump.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar